Jumat, 20 Maret 2009

Semantik

Sejarah Semantik
Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani Sema (Nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.

Istilah semantik baru muncul pada tahun 1984 yang dikenal melalui American Philological Association ‘organisasi filologi amerika’ dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A point in Semantics. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy. Sejarah semantik dapat dibaca di dalam artikel “An Account of the Word Semantics (Word, No.4 th 1948: 78-9). Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellectuelles du Language” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalm keilmuan, di dalam bahasa Prancis istilah sebagai ilmu murni historis (historical semantics).
Historical semantics ini cenderung mempelajari semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya perubahan makna dengan logika, psikologi, dst. Karya Breal ini berjudul Essai de Semanticskue. (akhir abad ke-19).
Reisig (1825) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yakni etimologi, studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat dalam semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada 1820-1925 itu belum disadari sebagai semantik. Istilah Semasiologi sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig. Berdasarkan pemikiran Resigh tersebut maka perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan, yakni:
1. Masa pertama, meliputi setengah abad termasuk di dalamnya kegiatan reisig; maka ini disebut Ullman sebagai ‘Undergound’ period. 
2. Masa Kedua, yakni semantik sebagai ilmu murni historis, adanya pandangan historical semantics, dengan munculnya karya klasik Breal(1883)
3. Masa perkembangan ketiga, studi makna ditandai dengan munculnya karya filolog Swedia Gustaf Stern (1931) yang berjudul “Meaning and Change of Meaning With Special Reference to the English Language Stern melakukan kajian makna secara empiris 
Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna, baru pada tahun 1990-an dengan munculnya Essai de semantikue dari Breal, yang kemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya Stern. Tetapi, sebelum kelahiran karya stern, di Jenewa telah diterbitkan bahan, kumpulan kuliah dari seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan perkembangan linguistik berikutnya, yakni Ferdinand de Saussure, yang berjudul Cours de Linguistikue General. Pandangan Saussure itu menjadi pandangan aliran strukturalisme. Menurut pandangan strukturalisme de Saussure, bahasa merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan (the whole unified). Pandangan ini kemudian dijadikan titik tolak penelitian, yang sangat kuat mempengaruhi berbagai bidang penelitian, terutama di Eropa.
Pandangan semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini muncul. Perbedaan pandangan tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi stilistika
4. Studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf, 1956-Bahasa cermin bangsa).
6. Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang merupakan cabang logika simbolis.
Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards yang menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni ‘thought of reference’ (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent(acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik biasa menetukan fakta bahwa asal kata meaning(nomina) dari to mean (verba), di dalamnya banyak mengandung ‘meaning’ yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan bahwa ahli-ahli semantik sering tidak wajar memikirkan’the meaning of meaning’ yang diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam makna nonlinguistik.
Istilah semantik pun bermacam-macam, atara lain, signifik, semisiologi, semologi, semiotik, sememmik, dan semik. Palmer (1976), Lyons (1977), dan Leech (1974) menggunakan sitilah semantcs. Lehrer (1974) mengemukakan bahwa semantik merupakan bidang yang sangat luas, karena ke dalamnya melibatkan unsur-unsur struktur dan fungsi bahasa, yang berkaitan erat dengan psikologi, filsafat dan antropologi, serta sosiologi. Antropologi berkepentingan di bidang semantik antara lain, karena analisis makna di dalam bahasa dapat menyajikan klasifikasikasi budaya pemakai bahasa secara praktis. Ilsafat berhubungan erat dengan semantik karena persoalan makna tertentu yan dapat dijelaskan secara filosofis (mis, makna ungkapan dan peribahasa). Psikologi berhubungan erat dengan semantik karena psikologi memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia secara verbal dan nonverbal. Sosiologi memiliki kepentingan dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi tertentu dapat memandai kelompok sosial atau identitas sosial tertentu
Pengertian Semantik
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari :
1) Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2) Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent / acuan / hal yang ditunjuk.
Jadi, Ilmu Semantik adalah :
 Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
 Ilmu tentang makna atau arti.

A. Batasan Ilmu Semantik
Istilah Semantik lebih umum digunakan dalam studi ingustik daripada istilah untuk ilmu makna lainnya,seperti Semiotika, semiologi, semasiologi,sememik, dan semik. Ini dikarenakan istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang cukup luas,yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda lalulintas, morse, tanda matematika, dan juga tanda-tanda yang lain sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.

B. Hubungan Semantik dengan Tataran Ilmu Sosial lain
 Berlainan dengan tataran analisis bahasa lain, semantik adalah cabang imu linguistik yang memiliki hubungan dengan Imu Sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Bahkan juga dengan filsafat dan psikologi.

1. Semantik dan Sosiologi
Semantik berhubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata tertentu untuk mengatakan sesuatu dapat menandai identitas kelompok penuturnya.
Contohnya :
 Penggunaan / pemilihan kata ‘cewek’ atau ‘wanita’, akan dapat menunjukkan identitas kelompok penuturnya.
Kata ‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata ‘wanita’ terkesan lebih sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang mengedepankan kesopanan.
2. Semantik dan Antropologi.
Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi dikarenakan analisis makna pada sebuah bahasa, menalui pilihan kata yang dipakai penuturnya, akan dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya penuturnya.
Contohnya :
 Penggunaan / pemilihan kata ‘ngelih’ atau ‘lesu’ yang sama-sama berarti ‘lapar’ dapat mencerminkan budaya penuturnya.
Karena kata ‘ngelih’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat Jogjakarta.
Sedangkan kata ‘lesu’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat daerah Jombang.

C. Analisis Semantik
 Dalam analisis semantik, bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa, tidak dapat digunakan untuk menganalisi bahasa lain.
 Contohnya penutur bahasa Inggris yang menggunakan kata ‘rice’ pada bahasa Inggris yang mewakili nasi, beras, gabah dan padi. 
 Kata ‘rice’ akan memiliki makna yang berbeda dalam masing-masing konteks yang berbeda. Dapat bermakna nasi, beras, gabah, atau padi.
 Tentu saja penutur bahasa Inggris hanya mengenal ‘rice’ untuk menyebut nasi, beras, gabah, dan padi. Itu dikarenakan mereka tidak memiliki budaya mengolah padi, gabah, beras dan nasi, seperti bangsa Indonesia.
 Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu penanda dan referent-nya memiliki hubungan satu lawan satu. Yang artinya, setiap tanda lingustik tidak selalu hanya memiliki satu makna.
 Adakalanya, satu tanda lingustik memiliki dua acuan atau lebih. Dan sebaliknya, dua tanda lingustik, dapat memiliki satu acuan yang sama.
 Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan contoh-contoh berikut :
Bisa ‘racun’
  ‘dapat’
buku ‘lembar kertas berjilid’
kitab

Jenis Semantik
 Semantik memiliki memiliki objek studi makna dalam keseluruhan semantika bahasa, namun tidak semua tataran bahasa memiliki masalah semantik.
 Hal itu dapat dilihat dari bagan berikut :

  Fungsi (o semantik)
 Tata bahasa
 (gramatika) sintaksis kategori

  Peran semantik gramatika
 morfologi

 fonologi (o semantik); tetapi tiap fonem membedakan 
 (fonemik) makna

 Fonetik (o semantik)



 Leksikon semantik leksikal






Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis.
Morfologi adalah cabang lnguistik yang mempelajari struktur intern kata, serta proses pembentukannya. Satuan dari morfologi yaitu morfem dan kata.
Contoh :
 Ajar  pe-lajar
 be-lajar pe- dan be- dapat membedakan makna

Sedangkan sintaksis, adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Sintaksis memiliki satuan yaitu kata, frase, klausa, dan kalimat.
Semantik sintaktikal memiliki tataran bawahan yang disebut : 
a) Fungsi gramatikal
b) Kategori gramatikal
c) Peran gramatikal
Contoh analisis semantik sintaktikal :
  Kata
Fungsi 
Si Udin 
menjaga 
adiknya 
di rumah sakit
fungsi subjek predikat objek keterangan
kategori nomina verba nomina nomina
peran agent benefaktif patient locative

Satuan dan proses dari morfologi dan sintaktik memiliki makna. Oleh karena itu, pada tataran ini ada masalah-masalah semantik yang disebut semantik gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut.

Kalau yang menjadi objek penyelidikan adalah semantik leksikon, maka jenis semantiknya adalah semantik leksikal. Semantik leksikal menyelidiki makna yang ada pada leksem dari bahasa. Oleh karena itu, makna yang ada dalam leksem disebut makna leksikal.




Leksem adalah satuan-bahasa bermakna. Istilah leksem ini dapat dipadankan dengan istlah kata, yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis,dan yang lazim didefiinisikan sebagai satuan gramatik bebas terkecil. Baik kata tunggal maupun kompositum
Contoh :
 Kambing  nama hewan
 Hitam  jenis warna
 Kambing hitam  ‘orang yang dipersalahkan’


Manfaat Semantik
1. Bagi seorang wartawan, reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan :
Mereka akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik,yang dapat memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
2. Bagi peneliti bahasa :
Bagi pelajar sastra, pengetahuan semantik akan banyak member bekal teoritis untuk menganalisis bahasa yang sedang dipelajari.
Sedangkan bagi pengajar sastra, pengetahuan semantik akan member manfaat teoritis, maupun praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik akan membantu dalam memahami dengan lebih baik bahasa yang akan diajarkannya. Dan manfaat praktisnya adalah kemudahan untuk mengajarkannya.
3. Bagi orang awam :
Pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia yang penuh dengan informasi dan lalu-lintas kebahasaan yang terus berkembang.
Semantik Dalam Studi Linguistik
1. Aristoteles (384 – 322 SM)
 Kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna. Yaitu (1) makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom (makna leksikal), dan (2) makna yang hadir akibat proses gramatika (makna gramatikal). (Ullman 1977:3)
2. Plato (429 – 347 SM)
Bunyi-bunyi bahasa secara implicit mengandung makna tertentu.
 
 Memang ada perbedaan pendapat antara Plato dan Aristoteles. Pato mempercayai tentang adanya hubungan berarti antara kata (bunyi-bunyi bahasa) dengan referent-nya. Sedangkan Aristoteles, berpendapat bahwa hubungan antara bentuk dan arti kata adalah soal perjanjian antar pemakainya (Moulton 1976 : 3).

3. C. Chr. Reisig (1825)
Konsep baru mengenai gramatika :
Gramatika terdiri dari tiga unsure utama, yaitu :
a) Semasiologi – studi tentang tanda
b) Sintaksis – studi tentang susunan kalimat
c) Etimologi – studi tentang asal usul kata,perubahan bentuk kata, dan perubahan makna
4. Michel Breal (akhir abad XIX)
Dalam karangannya, Essai de Semantique, telah menggunakan istilah semantik. Dan menyebutnya sebagai suatu bidang ilmu yang baru.
5. Ferdinand de Saussure
Dalam bukunya Cours de Linguistique Generale (1916). 
“studi lingustik harus difokuskan pada keberadaan bahasa pada waktu tertentu. Pendekatannya harus sinkronis, dan studinya harus deskriptif”.
De Saussure juga mengajukan konsep signé (tanda) untuk menunjukkan hubungan antara signifié (yang ditandai) dan signifiant (yang menandai).
Signifié adalah makna atau konsep dari signifiant yang berwujud bunyi-bunyi bahasa.
Signifié dan signifiant sebagai signé linguistique adalah satu kesatuan yang merujukpada satu referent. Yaitu sesuatu, berupa benda atau hal yang dikuar bahasa